Jumat, 28 Februari 2014

Cerita Tentang Cinta

Diposting oleh Unknown di 02.56

September at Love ...

 Aku mulai mengalihkan perhatianku kepadanya saat sosoknya melangkah mendekat ke arahku. Tentu saja bukan karena akan menghampiriku. Ya, tetapi karena teman – temannya yang sedari tadi duduk bersebelahan denganku dan dua orang sahabatku. Saat itu aku yang sedang asik bercanda tawa dengan sahabat – sahabatku tiba – tiba menghentikkan tawaku itu karena dia. Tatapanku terfokus ke arahnya yang tak lama kemudian berbalik menatapku seakan berbalas saling menatap. Sungguh aku kira hari itu adalah hari yang sangat membahagiakan. Ditambah lagi aku melihat senyum dan tawa dari balik wajahnya. Terlihat begitu manisnya. Pesonanya berhasil menciptakan keindahan yang bertubi. Suasana sunyi seketika berubah setelah sahabatku menciptakan sebuah dialog yang kemudian menjadikan kami saling bertegur sapa. Hanya kalimat basa – basi saja sebenarnya, tapi mampu membuat kita semua menjadi keasikan mengobrol. Tak berapa lama pun akhirnya kita saling mengenal. Sebut saja dia Parevri dan aku Sita. Sayangnya, tak lama kita pun harus mengakhiri dialog yang hanya sekedar basa – basi itu.
Malam itu aku sedang berdiam sendiri, memandang hujan yang sedari tadi mengguyur kota Yogyakarta. Melihatnya dari depan kamar kostku di lantai dua. Tiba – tiba ringtone handponeku berbunyi. Aku mencarinya dan terus mencari. Mendekat ke arah sumber suara ringtone berbunyi. Entah dimana aku meletakkan handponeku tadi. Ya, memang kebiasaanku itu melupa. Aku ceroboh. Tak lama aku pun menemukannya, di bawah tumpukan buku yang belum aku rapikan. Sangat berantakan karena memang baru selesai aku baca dan belum sempat aku kembalikan ke rak buku. Langsung aku meraih handponeku, ternyata duabelas digit nomor yang tidak aku ketahui siapa pemiliknya itulah yang menjadi penyebab kebisingan ringtone handponeku berbunyi. Hanya aku abaikan karena memang aku tidak mengenalnya. Ya, aku tidak terbiasa menerima telfon dari nomor yang tidak aku ketahui siapa pemiliknya. Tak hanya sekali, bahkan berkali – kali handponeku itu terus berbunyi. Sampai akhirnya aku menjadi penasaran apa motiv dari si penelfon untuk menelfonku. Ku tekan tombol terima dan mulai menyuarakan suaraku. “Hallo”, kata pertama yang keluar dari bibirku. Terdengar suara rupawan dari balik handpone membalas sapaanku. Suara yang khas itu. Aku mulai mengingat dan sepertinya aku mengenalnya. Ternyata benar, Parevri menyempatkan waktunya untuk menelfonku. Malam itu kita berbincang dengan sangat asik, melalui telfon saat hujan masih saja menemaniku dimalam itu. Namun sekarang berbeda, bukan hanya dalam diam melainkan bersama canda tawa yang aku ciptakan bersama Parevri.
Perkenalan kita tak hanya berujung di 20 sepetember dan di kala telfon malam itu. Semenjak perbincangan asik itu setiap malam sebelum tertidur dia selalu saja menelfonku. Menyempatkan waktunya untuk berbagi cerita denganku tentang aktivitasnya dihari itu. Sebaliknya, aku pun mulai asik dengan ceritaku yang aku ceritakan kepada Parevri. Seperti saling berbagi cerita. Sangat menyenangkan. Dan itulah kegiatan yang akhirnya menjadi rutinitas kita setiap hari dan setiap malam. Kita menjadi semakin dekat. Semakin mengenal lebih dalam. Sampai malam itu, Parevri memberanikan diri untuk mengajakku bertemu. Di depan kampus aku menunggunya, bersama sahabatku yang juga sedang menunggu kekasihnya. Tak lama mereka pun tiba. Mereka tiba bersama karena memang mereka tinggal di asrama yang sama. Malam itulah yang menjadi awal kedekatanku dengan Parevri. Kita menjadi terlalu sering bertemu. Setiap aku merasakan rindu, setiap dia merasakan rindu, saat itulah kita mengharuskan bertemu. 
30 september, selamat ulang tahun Parevri. Pagi itu tentu aku sempatkan untuk mengucapkan selamat kepada Parevri. Hanya sekedar ucapan selamat, tanpa kado. Karena memang saat itu kita belum terlalu dekat dan statusku baru sekedar kenalannya saja. Sekedar teman kenalan sepuluh hari. Tapi sebenarnya jauh di dalam lubuk hatiku ingin sekali rasanya aku memberikan sesuatu yang benar – benar istimewa di hari kelahirannya itu. Namun aku bingung, aku tak tahu bagaimana cara memberikannya. Sepertinya aku merasa malu. Dan aku hanya takut pemberianku itu tidak dianggap istimewa. Karena aku pikir aku bukan siapa – siapa dan sekali lagi aku hanya sekedar teman kenalannya yang baru berjalan sepuluh hari itu. Siang itu, tiba – tiba Parevri dan dua temannya sudah berada di depan kostku. Entah apa yang mereka lakukan. Aku pun mulai terheran. Tidak seperti biasanya. Karena memang sebelumnya tidak pernah mereka berkunjung ke tempatku. Hanya waktu itu saja, Parevri mengantarkanku pulang. Itu pun hanya mengantarkan. Hanya ingin sekedar bersilaturahmi saja katanya, kata mereka bertiga. Kami berlima pun berbincang – bincang di teras. Aku, Parevri dengan dua temannya, dan sahabatku yang memang satu kost denganku. Ditengah perbincangan kita yang mengasikkan itu aku ternga-nga ketika temannya berkata bahwa Parevri menyukaiku sejak pertama kita bertemu. Sempat aku tak menduganya. Tetapi memang seperti itulah yang dikatakan. Tiba – tiba dia mengatakannya. Menyatakan cinta, yang aku kira itu terlalu cepat bagiku. Bukannya aku tak menerima, aku hanya butuh waktu untuk lebih mengenalnya lebih dalam. Aku memang menyukainya, tapi aku hanya tidak ingin tergesa – gesa. Dan bukannya untuk menciptakan suatu hubungan itu dibutuhkan pendekatan lebih jauh agar dapat saling mengenal lebih dalam bukan? Dan aku meminta maafmu karena aku belum mampu menjadikanmu satu – satunya dihidupku, Parevri. And, no problem. Dia bisa menerimanya. Bahkan setelah kejadian itu kita masih tetap dekat. Masih ingat kan kalau hari ini hari ulang tahunnya? Ayam geprek didepan mata guys. Ya, tentu kita menagih traktiran makan dong. Kala itu kedua kalinya aku diboncengnya. Lagi – lagi aku merasakan kenyamanan. Ahh sudah jangan pikirkan itu dulu, yang penting makan ayam geprek men. Parevri, lalu dia pun menyantap ayam geprek dengan cabai sepuluhnya itu. Bayangkan seperti apa pedasnya. Aku suka itu. Memandangnya sembari tertawa kecil. Bagaimana tidak. Keringatnya yang sedari tadi menetes, menandakan dia sedang kepedasan. Lucu sekali. Aku selalu mengingat itu. Dan lagi- lagi dia mampu menciptakan kebahagiaanku, sekalipun itu melalui hal terkecil. Dan singkatnya, 30 september itu aku merasakan kebahagiaan. Karena dia.

0 komentar:

Posting Komentar